Sejarah renovasi Museum Sonobudoyo


           Sejarah Pembangunan Museum.         Sonobudoyo Sang  Gudang Ilmu Budaya

   Museum Sonobudoyo, museum yang berdiri pada masa penjajahan , merupakan salah satu museum yang menggambarkan identitas kebudayaan dan sejarah yang ada di  Indonesia khususnya kebudayaan Jawa,   Bali, dan Lombok. Museum yang terletak di Jalan Pangurakan No. 6 Yogyakarta atau di sebelah utara alun- alun utara Kraton Yogyakarta ini, dibangun tahun 1934 oleh Java Instituut yang merupakan sebuah yayasan yang bergerak di  bidang kebudayaan Jawa, Madura, Bali, Madura, Lombok pada masa pemerintahan Belanda. Pembangunan Museum Sonobudoyo ini mempunyai tujuan yaitu sebagai tempat untuk menyimpan, merawat, dan memamerkan hasil kebudayaan manusia.
Awal pembangunan Museum Sonobudoyo bermula dengan  ditandatanganinya Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda  No. 73 oleh Sekretaris Umum G. Rd. Redtrienk tanggal 17 Desember 1919  di Jakarta. Surat Gubernur Jenderal tersebut memberikan wewenang kepada Java Instituut untuk melakukan kegiatan organisasi selama 29 tahun, terhitung mulai tanggal 4 Agustus 1919. Statuten Java Instituut sebagai dasar Java Instituut,   dalam pasal 3 disebutkan antara lain melaksanakan kegiatan membantu kegiatan, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan pribumi (de insheemsche cultuur) yang mencakup wilayah kebudayaan Jawa, Madura, Bali dan Lombok. Kemudian, pada tahun 1924 Java Instituut mengadakan kongres bersama dengan pihak Kraton Yogyakarta dan Kraton Surakarta  dengan menghasilkan keputusan untuk mendirikan museum dengan langkah mengumpulkan data kebudayaan terutama dari Kasultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta, Kadipaten Pakualaman dan Mangkunegaran.
Sebagai realisasi dari keputusan kongres maka dibentuk kepanitiaan  dengan anggota antara lain Ir. Th. Karsten, P.H.W Sitsen, dan S. Koperberg dengan tugas mempersiapkan berdirinya sebuah museum. Tahun 1934 dimulai pembangunan museum diatas tanah bekas Schauten atau pos polisi Belanda yang merupakan tanah hibah dari Sri Sultan Hamengkubuwana VII. Pembangunan museum ini tidak lepas dari peran arsitek yang bernama Thomas Churston.  Setelah pembangunan selesai dilaksanakan, bangunan museum tersebut kemudian diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dengan nama Museum Sonobudoyo pada hari Rabu Wage tanggal 9 Ruwah 1866 Jawa dengan ditandai dengan  sengkalan ‘Kayu Winayang Ing Brahmana Budha’ atau tanggal 6 November 1935 Masehi. Sedangkan nama yang Sonobudoyo diberikan untuk bangunan museum ini terdiri dari 2 suku kata, kata sono yang berarti tempat dan budoyo berarti kebudayaan.
Pada masa pemerintahan Jepang, Museum Sonobudoyo dikelola oleh Bupati Paniradyapati Wiyoto Projo. Kemudian setelah kemerdekaan Indonesia, museum ini dikelola oleh Bupati Utorodyopati Budoyo Prawito yang merupakan  jajaran pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Struktur bangunan museum masih sama seperti pertama kali dibangun dan   tidak pernah mengalami perubahan sampai saat itu.  Selanjutnya pada akhir 1974 Museum Sonobudoyo diserahkan ke Pemerintah Pusat melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hingga pada bulan Januari 2001 museum ini mulai bergabung dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DIY.
Bangunan berbentuk rumah adat Joglo ini, ditata dan dikelola oleh pemerintah Yogyakarta dengan baik. Pembagian Museum Sonobudoyo menjadi beberapa ruang dilakukan  berdasarkan jenis koleksi kebudayaannya. Ruang pertama disebut ruang perkenalan karena berisi benda- benda yang mewakili semua ruangan sehingga dapat dikatakan ruangan ini adalah ringkasan museum. Kemudian ruang prasejarah berisikan hasil kebudayaan dari masa prasejarah dan praaksara. Lima ruangan lainnya yaitu ruang peninggalan Islam, ruang batik, ruang wayang, ruang topeng, dan ruang Bali. Semua ruangan dilengkapi dengan komputer yang dimaksudkan untuk memperjelas keterangan benda- benda koleksi. Berbagai macam koleksi kebudayaan di Museum Sonobudoyo menjadikan museum tersebut sebagai museum yang paling lengkap setelah Museum Nasional Republik Indonesia atau Museum Gajah yang terletak di Jakarta. Lengkapnya benda koleksi museum dapat dijadikan referensi pembelajaran yang berkaitan dengan kebudayaan. Pengembangan Museum Sonobudoyo  harus selalu diadakan untuk menarik kunjungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Pelestariannya pun perlu dilakukan oleh semua masyarakat terlebih generasi muda sebagai penelus bangsa, harus memahami dan menjaga kebudayaan asli yang ada di Indonesia.

Sumber : Wawancara pemandu museum



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Artikel novel Invalidite

Resensi Novel Angel